vg

Saturday, 17 November 2012


TEGAL CERDAS DAN KREATIF DENGAN CALIS
Oleh: Salsabila Firdausy
Diterbitkan Dalam Jurnal IDEA BAPPEDA Kabupaten Tegal
Edisi 10 Tahun V, Desember 2011

Keterampilan membaca dan menulis, atau biasa disingkat calis sudah seharusnya dikuasai oleh setiap manusia modern. Sejak lahirnya manusia ke muka bumi ini, kegiatan membaca dan menulis langsung melekat sebagai salah satu kebutuhan dasar. Tanpa kemampuan membaca dan menulis seorang manusia akan tertinggal jauh dibandingkan dengan manusia lainnya.  Apalagi di masa modern dan era globalisasi saat ini, setiap orang mutlak harus memiliki kemampuan membaca dan menulis. Namun kenyataannya, sebagian besar masyarakat Kabupaten Tegal, kurang tertarik akan kegiatan membaca dan menulis.  Padahal, membaca dan menulis memiliki manfaat yang teramat besar dalam membangun kemajuan sebuah generasi. 

Seorang politikus Amerika, John Taylor pernah mengatakan bahwa pena adalah alat yang paling berbahaya dan jauh lebih tajam daripada pedang. Seorang novelis Inggris, Bulwer Lytton juga mengatakan bahwa di bawah kekuasaan orang-orang besar, pena lebih berbahaya dibandingkan pedang karena kekuatan pedang hanya mampu melukai tubuh namun kekuatan pena akan mampu mengobrak-abrik sejarah dan peradaban manusia (Asmarie, http://blogdetik.com).
Pernyataan beliau menjelaskan betapa dahsyatnya kekuatan sebuah tulisan karena tanpa tulisan, tidak ada pengetahuan yang kekal. Tulisan adalah bukti nyata dari sejarah. Dapat dibayangkan, seandainya Aristoteles, seorang ilmuwan besar atau Boden Powel, seorang Bapak Pandu Dunia tidak menuliskan dalil dan kisah perjalanan mereka, akankah sekarang kita mengetahuinya ? Tentu tidak, bukan ? Contoh lainnya misalkan tidak ada seorangpun yang menuliskan biografi para pejuang Indonesia. Apakah sekarang kita mengenal mereka ? Belum tentu, bukan ? Dan ketika tulisan tersebut sudah ada, namun kita tidak membacanya, bukankah hal tersebut menjadi sesuatu yang percuma?
Itulah sekelumit contoh betapa besar rahasia di balik sebuah tulisan dalam mencerdaskan generasi-generasi yang belum terlahir pada masa itu.  Sejarah dan ilmu pengetahuan tak akan pernah sampai pada generasi berikutnya tanpa tulisan.  Jadi jelaslah sudah, bahwa dengan menulis, berarti kita sedang mengukir sebuah sejarah, dan dengan membaca, berarti kita sedang menguak sebuah sejarah.  Sedangkan yang tidak tertulis dan tidak terbaca, hanya menjadi cerita kosong dan dongeng belaka.  
Setelah mengetahui bahwa membaca dan menulis memiliki manfaat yang teramat besar dalam membangun kemajuan sebuah generasi, bahkan mampu mengobrak-abrik sejarah dan peradaban manusia sekalipun, lantas apa yang menghalangi kita untuk menjadikan kegiatan membaca dan menulis sebagai budaya kita? Ikut mewarnai peradaban, dan mengukirkan nama kita pada lembaran-lembaran sejarah?
Sungguh sangat disayangkan, sampai saat ini kegiatan membaca dan menulis belum menjadi budaya di kalangan masyarakat Kabupaten Tegal.  Fakta membuktikan bahwa kemampuan membaca dan menulis siswa SD, SMP, SMA, bahkan perguruan tinggi di Kabupaten Tegal masih sangat rendah. Yang  lebih memprihatinkan banyak mahasiswa yang menyelesaikan tugas akhir yang dipersyaratkan dengan membelinya dari orang lain.
World Bank di dalam salah satu laporan pendidikannya, "Education in Indonesia - From Crisis to Recovery" (1998) melukiskan begitu rendahnya kemampuan membaca dan menulis anak-anak Indonesia. Hasil studi dari Vincent Greanary, menyatakan bahwa siswa kelas enam SD di Indonesia berada di urutan paling akhir dengan nilai 51,7 setelah Filipina (52,6), Thailand (65,1), Singapura (74,0) dan Hongkong (75,5) (Supriyoko, MLI.wordpress.com). Data tersebut menunjukkan bahwa kemampuan membaca dan menulis siswa kita memang buruk dibandingkan siswa dari negara-negara lainnya.
Indikator lain yang menunjukkan rendahnya minat membaca dan menulis di Indonesia adalah minimnya jumlah penerbitan buku.  Sebagai perbandingan, di Amerika Serikat dalam satu tahun terbit sekitar 75 ribu buku.  Sedangkan di Indonesia, jumlahnya kurang dari 10% dari jumlah ini, yaitu sekitar 5000 – 6000 buku tiap tahunnya.  Padahal antara Indonesia dan Amerika jumlah penduduknya tidak jauh berbeda yaitu melampaui 200 juta jiwa.  Data tahun 2004 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Amerika adalah 294 juta jiwa, sedangkan jumlah penduduk Indonesia 238 juta jiwa (Zaqeus, 2005:9).
Kedua indikator tersebut, menunjukkan bahwa minat dan kemampuan menulis bangsa Indonesia begitu rendah, jauh dibandingkan negara – negara maju lainnya.  Hal ini ternyata berkorelasi dengan tingkat  kreativitas bangsa Indonesia itu sendiri. Kenyataan menunjukkan  negara – negara maju yang minat menulisnya  begitu tinggi, mempunyai  kreativitas yang tinggi pula. Kondisi tersebut tentunya jauh berbeda dengan bangsa Indonesia yang kemampuan menulisnya relatif sangat rendah.
Di bidang riset misalnya, sadarkah kita bahwa penemuan – penemuan penting yang diakui dunia, sebagian besar ditemukan oleh bangsa – bangsa maju.  Misalnya penemu telepon, Antonio Meucci yang berasal dari Italia, penemu bola lampu, Thomas Alva Edison yang berasal dari Amerika Serikat, penemu pesawat terbang, Wilbur dari Amerika Serikat, serta penemu mesin uap, James Watt yang berasal dari negara Inggris.  Sementara bangsa kita hanya menjadi penonton karena tingkat kreativitas bangsa kita yang rendah.
Fakta – fakta tersebut sudah seharusnya menjadi cambuk bagi kita, masyarakat Kabupaten Tegal.  Jika budaya membaca dan menulis bangsa Indonesia begitu rendah, bagaimana dengan masyarakat Kabupaten Tegal yang notabennya merupakan bagian dari bangsa ini juga? Tidakkah kita sebagai masyarakat Kabupaten Tegal merasa malu bila tidak mampu menyumbangkan sedikit untuk dapat memperbaiki budaya membaca dan menulis bangsa ini? Bukankankah segala sesuatunya harus kita mulai dari lingkup terkecil, lingkup masyarakat Kabupaten Tegal ini?
Melihat kondisi bangsa Indonesia dengan minat membaca dan menulis yang saat ini begitu rendah, tentunya kondisi masyarakat Kabupaten Tegal sebagai bagian dari bangsa ini juga tak jauh berbeda.  Rendahnya budaya membaca dan menulis di Kabupaten Tegal juga dapat dilihat dari minimnya jumlah penerbitan buku di Kabupaten Tegal. 
Dengan jumlah penduduk 1.392.260 jiwa (SIPD Kab. Tegal Tahun 2010) dan angka melek huruf (literacy) yang mencapai 100% untuk penduduk usia15 – 24 tahun, dan 94,8% untuk penduduk usia 24 – 55 tahun (Profil Pendidikan Jawa Tengah:2008), Kabupaten Tegal semestinya merupakan lahan penerbitan buku yang sangat subur, namun faktanya jumlah terbitan buku di Kabupaten Tegal sangatlah minim.  Hal tersebut menunjukkan bahwa minat menulis di Kabupaten Tegal begitu rendah.
Fakta lain juga manunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Kabupaten Tegal, khususnya generasi mudanya, lebih sering menghabiskan waktu luangnya untuk sekedar bersenang – senang atau melakukan hal – hal yang tidak bermanfaat seperti berpacaran dan nongkrong di tempat – tempat umum seperti alun – alun maupun objek wisata, dibandingkan meluangkan sedikit waktunya untuk berkunjung ke perpustakaan.
Melihat fakta – fakta tersebut, kita patut miris, betapa rendahnya minat membaca dan menulis masyarakat kita? Sudah tak bermaknakah nilai sebuah tulisan bagi generasi kita?
Tegal Cerdas Kreatif, Tegal Membaca Menulis
Begitu luar biasa bukan, kekuatan dibalik membaca dan menulis? Namun yang menjadi pertanyaan saat ini adalah bagaimana membawa masyarakat Kabupaten Tegal agar mampu menjadikan membaca dan menulis sebagai bagian dari budayanya mengingat manfaat membaca dan menulis yang begitu luar biasa?
Sebelumnya mari kita bermimpi, seandainya Tegal menjadi kabupaten dengan penghasil buku terbanyak di Indonesia, bayangkan jika banyak bermunculan ilmuwan – ilmuwan besar dari kabupaten Tegal, bayangkan jika ketika kita berkunjung ke Alun – Alun Slawi (AAS) dan objek wisata Guci, bukan remaja yang sedang berbapacaran, namun remaja yang sedang asik dengan bukunya.  Sungguh hal tersebut akan menjadi pemandangan yang luar biasa. Namun, mungkinkah? Mampukah?
Jawabannya pasti “mampu”.  Untuk mewujudkan Kabupaten Tegal yang menjunjung tinggi baca dan tulis tentu tidaklah mudah.  Diperlukan kesadaran dan usaha keras, baik dari pemerintah maupun masyarakat Kabupaten Tegal itu sendiri.  Salah satu sarana penting dalam mengembangkan budaya membaca dan menulis di Kabupaten Tegal adalah melalui perpustakaan dan taman baca.
Kabupaten Tegal dengan luas  878,79 km² dan jumlah penduduk 1.392.260 jiwa (SIPD Kab. Tegal Tahun 2010) memiliki jumlah perpustakaan yang sangat minim.  Fakta juga membuktikan bahwa sebagian besar perpustakaan di lingkungan sekolah juga kurang aktif, dengan kualitas dan kuantitas buku yang kurang memadai pula.  Hal ini tentunya memiliki dampak yang teramat besar bagi rendahnya minat baca dan menulis di Kabupaten Tegal.
Sebetulnya pemerintah Kabupaten Tegal sudah cukup baik dalam menanggapi masalah ini.  Misalnya dengan memindahkan kantor perpustakaan dan arsip daerah di tempat yang lebih strategis, yaitu di sekitar bundaran Slawi yang rencananya akan diresmikan tanggal 5 Juli nanti, dan mengadakan perpustakaan keliling.
Selain peningkatan kualitas perpustakaan, pemerintah Kabupaten Tegal juga sering kali mengadakan lomba – lomba sastra seperti sinopsis, menulis cerpen, menulis artikel, membaca puisi, dan bercerita.  Melalui kegiatan tersebut diharapkan apresiasi masyarakat Kabupaten Tegal dalam dunia membaca dan menulis semakin tinggi.
Namun sekeras apa pun usaha pemerintah daerah dalam meningkatkan minat membaca dan menulis di Kabupaten Tegal, akan sia – sia tanpa disertai kesadaran dari masyarakat itu sendiri.  Faktanya hingga saat ini kesadaran itu belum juga muncul.  Menurut Ibu Fianti, salah satu staff Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Tegal, jumlah pengunjung tiap harinya hanya 75 pengunjung.  Coba kita bandingkan dengan jumlah penduduk Kabupaten Tegal yang mencapai 1.392.260 jiwa.  Angka tersebut tak ada artinya, bukan?
Rendahnya minat membaca dan menulis masyarakat di Kabupaten Tegal dikarenakan kurangnya sosialisasi pada masyarakat.  Sebagian besar masyarakat Kabupaten Tegal yang luas ini masih banyak yang belum mengetahui dimana perpustakaan daerah itu? Bagaimana cara menjadi anggotanya? Dan bagaimanakah cara mengirim sebuah tulisan ke media massa?
Kunci dari permasalahan – permasalahan itu adalah dengan memberikan sosialisasi pada masyarakat tentang pentingnya membaca dan menulis serta luar biasanya manfaat di balik membaca dan menulis.  Sosialisasi tersebut dapat melalui pameran buku, bazar buku, atau pun kegiatan bedah buku dengan memanggil penulis – penulis ternama.
Selain itu, usaha yang dapat dilakukan antara lain meningkatkan efektifitas perpustakaan keliling, yaitu mencapai daerah – daerah yang lebih strategis, seperti alun – alun, objek wisata, dan tempat – tempat umum lainnya.
Usaha – usaha tersebut hanyalah sedikit contoh untuk meningkatkan budaya membaca dan menulis di Kabupaten Tegal.  Selanjutnya adalah usaha dan kerja keras dari masyarakat Kabupaten Tegal itu sendiri.  Bagimana menyikapi manfaat membaca dan menulis.  Apakah kita sebagai masyarakat Kabupaten Tegal patut diam menyikapinya, dan hanya menganga melihat semakin pesatnya bangsa – bangsa maju?
Sebetulnya, munculnya suatu ide kreatif dan inovatif dikarenakan adanya usaha untuk memainkan peran otak yang memiliki potensi untuk dimunculkan. Jika masyarakat Kabupaten Tegal mau memberi rangsangan sedikit saja pada otak, misalnya membaca dan menulis, maka kemampuan otak untuk memunculkan ide – ide yang kreatif dan inovatif semakin terasah, sehingga memunculkan generasi Kabupaten Tegal yang kreatif dan mampu menjawab tantangan global. 
Sedikit menilik negara Jepang.  Sebagai negara dengan luas wilayah yang relatif kecil, disertai kondisi alam yang buruk di mana sering terjadi gempa bumi, mengharuskan Jepang untuk berpikir jauh ke  depan dan kreatif untuk mengatasi semua masalah kehidupannya. Berkat kreativitasnya Jepang mampu melakukan terobosan-terobosan baru hampir di segala bidang kehidupan.  Selain itu, Jepang juga mampu berkembang begitu pesat dalam hal industri dan teknologi sehingga menjadi salah satu negara pusat industri di dunia.  Dan tahukah Anda bahwa salah satu rahasia dibalik kesuksesan negara Jepang adalah ketekunan membaca dan menulis. (Melisa, http://Momenntku.com)
Sejarah kemajuan negara-negara di dunia, seperti Jepang, Amerika, Korea dan negara-negara lainnya berawal dari ketekunan membaca, yang  kemudian dituangkan dalam tulisan.  Mereka tidak pernah puas dengan kemajuan yang telah dicapai sehingga mendorong mereka untuk terus membaca dan menulis.
Jika masyarakat Kabupaten Tegal mampu mengembangkan budaya membaca dan meulisnya, maka  bukan tak mungkin Kabupaten Tegal mampu sejajar dengan bangsa bangsa maju.
Penutup
Jelaslah sudah bahwa membaca dan menulis mampu meningkatkan daya kreativitas dan mampu membentuk generasi Kabupaten Tegal yang cerdas dan mandiri.  Maka jika Anda, yang mengaku sebagai masyarakat Kabupaten Tegal telah menetapkan motivasi dan tujuan membaca dan kemudian menulis, jangan ditunda lagi.  Jangan tunggu sampai besok untuk membaca dan menulis.  Saat ini adalah saat yang tepat bagi Anda.  Kurangilah tradisi lisan dengan membaca dan menulis, karena masa depan kita ditentukan oleh masa hari ini dan masa hari ini ditentukan masa yang lampau. Oleh karena itu, jadikanlah budaya membaca dan menulis di Kabupaten Tegal sebagai bagian dari kehidupan masyarakat Kabupaten Tegal yang tak akan terpisahkan. Ingat ! Jika bukan dari diri kita, siapa lagi yang akan membawa Bangsa ini, membawa Kabupaten Tegal ini menuju bangsa dan Kabupaten yang cerdas dan kreatif.

2 comments: