KAWAN, MENGAPA AKU BEGITU BODOH?
Aku merasa lebih senang bersama kalian, kawan. Jatuh cinta pada lelaki? indahnya tak terkira, tapi bukan main pula sakitnya. Aku sungguh hina kawan, mecampur-adukan makna cinta dengan nafsu. Menyulap nafsu, di atas makna suci cinta. Hati ku berkata itu adalah nafsu, namun logika ku berontak. Logika ku sungguh tak mau mengalah. “Itu cinta, itu cinta, wajar jika wanita seusiamu jatuh cinta pada lelaki. Ahh, persetan dengan hati”.
Kawan, mengapa aku begitu bodoh? Tetesan air mata, makna ta kuat menahan sakitnya cinta. Belum lagi gerah akibat aliran darah yang mendadak mendidih saking panasnya. Hahaha, bodoh! Yaa memang bodoh, sangat bodoh! Tapi kawan, yang ini sakitnya bukan main. Nafsu telah mambakar hatiku, logika telah memenangkannya. Entah bagaimana esok hari, mungkin aku akan menertawakan tetes air mata ku yang hina ini, hina karena cinta fana.
Kawan, mengapa aku begitu bodoh? Tidak kah aku berfikir bahwa di tiap suka pasti terdapat duka, di setiap ujian pasti terdapat kemenangan, selanjutnya di sela nikmat cinta, pasti terdapat pesakitan. Sakit karna rindu, sakit karna cemburu, sakit karna ingin bertemu.
Kawan, mengapa aku begitu bodoh? Tak bisakah aku membedakan cinta dengan nafsu? Hahaha, siapa yang bisa? Beri tahu aku! Wahai kalian yang merasakan sendiri kenikmatan cinta? Wahai kalian yang tak berbagi sakitnya cinta? Wahai kalian yang hidup dalam belenggu “aku dan cintaku”. Kalian dimana? Tak bisa kah kalian beri aku tahu pembedanya. Wahai kalian, sungguh aku begitu marah! Enyah dari hadapan ku. Sungguh aku begitu marah!
“Urusan cinta, adalah urusan sang pecinta dengan yang dicintai, tak peduli orang lain tahu atau tidak”. Hahaha tepat! Mungkin ini banyak benarnya, “Cinta soal rasa, maka untuk merasakannya, kau perlu mencicipinya, tak sekedar bercakap, melihat, pun mendengarnya. Sekali lagi, mengapa aku begitu bodoh kawan? Aku bahkan tak mengerti apakah aku benar-benar telah mencicipinya?
Aku, Mengapa Kau Terus Bertanya Mengapa?
Aku, mengapa kau terus bertanya mengapa? Tak ingin kah kau belajar cinta dari Alhabib Ali bin Muhammad bin Husen Alhabsyi, tak ingin kah kau belajar cinta dari Al Habib Umar bin Hafidz, tak ingin kah kau belajar cinta dari Alhabib Munzir bin Fuad Almusawa? Cinta yang sesungguhnya, cinta yang tak fana. Kecintaan pada Rosulullah SAW yang membawa yang mulia menuju cinta ALLAH SWT.
Alhabib Ali bin Muhammad bin Husen Alhabsyi, dasyat cintanya pada kekasih Allah, membawanya mampu menciptakan untaian syair indah dalam kitab maulid Simtudduror. Kitab yang menggambarkan sosok mulia Al Musthafa SAW. Kitab yang membuat benderang setiap hati yang membacanya, penawar bagi hati-hati yang terpaut rindu kepadanya.
Alhabib Umar bi Hafidz, kecintaannya pada Rosulullah SAW membawanya berjuang di jalan Allah. Mengibarkan panji-panji islam, dan menebar semerbak harum cinta kepada kekasihNya SAW. Melihat wajahnya yang penuh keademan, membuat hati menjadi tentram, obat bagi segala kegundahan dan kegersangan kehidupan. Wajah yang penuh cinta, menyiratkan kerinduan yang teramat sangat pada Allah dan kekasih Allah. Wajah yang sungguh mulia, tak terpercik sedikitpun keburukan dalam perangainya.
Alhabib Munzir bin Fuad Almusawas, kecintaannya pada Baginda Agung SAW mampu membimbingnya menuju akhlak yang mulia. Akhlak yang sungguh sempurna pada orang tua, guru, dan orang-orang disekitarnya. Kehidupannya memberikan banyak pelajaran bagi orang lain. Kepergiannya membawa luka mendalam bagi banyak orang. Kami kehilangan engkau wahai guru, kami kehilangan panutan akhlak kami wahai guru, kami kehilangan wajah mulia mu wahai guru, sebelum kami benar-benar mampu memandang mu, guru.
Wahai aku, mengapa kau terus bertanya mengapa? Sungguh mengapa mu tak mampu menjawab bimbang mu, tak mampu pula mengobati sakit hati mu. Tak cukup kah kisah cinta orang-orang mulia tadi? Tak cukup jelaskah pengorbanan atas cinta mereka? Tak kau rasakan kah ketulusan cinta di tiap tapak langkahnya?
Wahai aku, begitulah cinta. Cinta yang sesungguhnya, bukan seperti apa kata cintamu. Tak ingin kah kau titipkan cinta mu pada Allah SWT? Tak inginkah kau curahkan cintamu pada kekasih-Nya SAW? Tidak kah kau malu pada Allah SWT yang Maha Penyayang? Yang menciptakan mu untuk semakin mendekat, dan mencintai-Nya. Bukan justru menjauh dan menghamburkan cintamu pada sang adam yang tak kunjung halal?
Tidak kah kau malu pada Rosulullah? Rosulullah yang sangat merindukan mu? Yang teramat sayang dan prihatin akan keadaan umatnya. Yang sepanjang hidupnya dihabiskan untuk membela dan memperjuangakan umatnya, bahkan hingga detik menjelang kepergiannya. Rosulullah sangat merindukan cintamu, wahai aku. Tak kah kau bayangkan betapa mendung hati Beliau melihat kau bermaksiat dihadapannya? Melihat kekeliruan mu memaknai cinta? Tidak kah kau sadar? setiap jengkal kemaksiatan dan kekeliruan yang kau tapaki, membuat nya sejengkal lebih jauh dari mu? Wahai aku, sungguh cintamu bukanlah cinta.
Aku, Kau Memang Benar-Benar Bodoh!
Aku, kau memang benar-benar bodoh. Tak kau dengar kah perkataannya? Apa kau anggap perkataannya hanya bualan bodoh? bualan yang keluar dari mulut orang yang tak pernah jatuh cinta? Apa kau fikir, perkataannya tak masuk akal? Tak mungkin dipraktekan, atau bahkan tak seorangpun mampu mempraktekan? Hai! Apa kamu lupa, wanita-wanita mulia di belahan bumi sana?
Hai Bodoh, kau terlanjur bermain cintamu, kau nikmati manis cintamu, nikmat dan hangat cintamu. Kini, saat cintamu menuai sakit, kau mau berlari kemana? Berlarilah! Jika kau mampu! Berlarilah! Secepat yang kau bisa! Berlarilah! Sejauh yang kau bisa! hingga kau anggap sakit dari cintamu tak dapat menemuimu! Bodoh!
Sudah tahu cintamu bukan cinta, tetap saja keras kepala, mengerang dan mengawang bahwa itu tetaplah cinta! Berpenyakit benar hatimu, wahai aku! Apa isi otak di kepalamu? Hingga kau masih saja tak mampu tahu pembeda antara cinta dan cintamu. Keras betul hatimu, hingga kesucian cinta, tak mampu menembus relung qalbumu.
Marah saja semarah-marahnya! Teriak saja sekencang-kencangnya! Berlari! Lalu hilang! Dahsyatnya cintamu tetap saja tak akan mampu mengalahkan dahsyatnya cinta. Keras kepalamu benar-benar memperparah kekeliruanmu. Sakit hati mu benar-benar membuyarkan akal sehat mu. Sekali lagi wahai Bodoh, kau memang benar-benar bodoh! Betapa bodohnya aku harus berbicara dengan kau yang bodoh!
0 comments:
Post a Comment